Mulai dari risiko
yang ringan seperti iritasi hingga risiko
yang sangat fatal, yaitu kebutaan. Pada
pemakaian lensa kontak di tahun ketiga,
gangguan dan keluhan biasanya mulai muncul.
Penelitian ilmuwan dari University Institute
of Tropical Diseases and Public Health
Canary Islands, University of La Laguna
baru-baru ini terhadap 153 kasus lensa
kontak, sebanyak 90 kasus di antaranya tidak
mengalami gejala infeksi.
Walaupun tidak terdapat gejala infeksi,
ternyata sebanyak 65,9% lensa terkontaminasi
dengan pathogenic acanthamoeba dan 30% amuba
ditemukan sangat patogen. Acanthamoeba
merupakan tipe protozoa yang banyak
ditemukan di tanah dan juga sering ditemui
di air bersih. Spesies ini kebanyakan
memakan bakteri yang bisa menyebabkan
infeksi pada manusia.
Tak hanya di dunia, kasus gangguan mata
akibat penggunaan lensa kontak di Indonesia
juga mulai muncul. Salah satu dokter
spesialis mata dari Graha Amerta RSUD dr
Soetomo, dr Hendrian D. Soebagyo, Spm
mengaku khusus untuk pasien yang
ditanganinya, sedikitnya terdapat 50% pasien
yang mengalami gangguan mata karena lensa
kontaknya terkontaminasi oleh amuba. Sedang
1% pasien mengalami gangguan berat hingga
menyebabkan kebutaan permanen.
”Ada tiga pasien yang saya tangani mengalami
kebutaan karena penggunaan kontak lensa yang
kurang tepat,” kata dr Hendrian yang juga
berpraktik di RS Siloam Surabaya ini.
Masih menurut Hendrian, meskipun tidak ada
data pasti tentang berapa jumlah pasien yang
mengalami gangguan akibat penggunaan lensa
kontak, jumlah kasus tersebut terus
bertambah.
”Kasus keluhan yang paling banyak adalah
iritasi mata akibat ketidaktahuan pasien
dalam menggunakan lensa kontak dengan benar
dan pengetahuan seputar merawat lensa kontak
tersebut,” paparnya.
Hendrian menjelaskan memang kasus iritasi
ringan bisa disembuhkan secara total. Namun,
tidak sedikit kasus infeksi karena
penggunaan lensa kontak meninggalkan
sikatrik atau bekas luka di kornea. Untuk
sikatrik ringan berbentuk nebula, untuk
sedang berbentuk makula, sedangkan sikatrik
berat berbentuk lecoma dan sudah menganggu
penglihatan pasien. Selain itu bentuk lecoma
juga terlihat jelas oleh mata karena tebal
dan sangat menganggu penglihatan pasien,
bahkan bisa mengakibatkan kebutaan.
Efek lain penggunaan lensa kontak dekoratif,
sambung Hendrian, adalah konjungtivitis atau
peradangan pada selaput lendir, alergi,
pembengkakan, dan kerusakan kornea mata. Hal
ini memicu turunnya penglihatan, dan membuat
mata lebih sensitif terhadap cahaya.
”Bila infeksi sudah menyebabkan kebutaan,
tidak ada obat atau operasi yang bisa
dilakukan kecuali kratoplasti atau
pencangkokan kornea,” tegasnya. Untuk
melakukan kratoplasti, urai Hendrian tidak
mudah, karena untuk menunggu pendonor kornea
juga membutuhkan waktu.
Selain itu, meskipun operasi pencangkokan
kornea berjalan lancar, tetap ada risiko
penolakan tubuh terhadap kornea tersebut.
”Kebanyakan pasien menggunakan lensa kontak
hanya untuk kosmetik saja, mereka tidak
memikirkan resikonya” ungkapnya.
Hendrian menyarankan bagi calon pengguna
lensa kontak sebaiknya memperhatikan beberapa
hal. Seperti menimbang apakah penggunaan
lensa kontak memiliki banyak keuntungan
daripada kerugiannya. Apakah dirinya
memiliki riwayat alergi, lingkup kerja
apakah bersentuhan dengan debu atau tidak.
Meskipun bekerja di dalam ruangan, bila
pasien tersebut selalu terpapar banyak debu
lebih baik tidak menggunakan lensa kontak.
Selain itu, perhatikan pula faktor usia.
Hendrian menambahkan sebaiknya pada
anak-anak, manula, dan penderita degradasi
mental sebaiknya tidak perlu menggunakan
lensa kontak.
Ratih Putri Maulani
Rabu, 20 Maret 2013
Senin, 18 Maret 2013
Sabtu, 16 Maret 2013
Langganan:
Postingan (Atom)